ERA PRASEJARAH MEGALITIKUM

Zaman Megalitikum merupakan zaman batu besar. Disebut zaman batu besar karena pada masa itu manusia yang hidup menggunakan batu yang berukuran besar sebagai peralatan sehari-hari. Maka dari itu, masa megalitikum disebut juga sebagai zaman batu. Menurut hasil analisis dari para ahli arkeolog menyebutkan ciri-ciri masa megalitikum terletak pada fosil yang temukan. Dimana di zaman ini terdapat banyak sekali peninggalan berupa kapak batu, rumah batu dan perlengkapan lain yang terbuat dari batu.

Sebuah temuan situs Megalitik Toraja tahun 1935

Terdapat beberapa jenis manusia pendukung yang hidup di zaman megalitikum, diantaranya sebagai berikut:
  1. Meganthropus paleojavanicus ( manusia berukuran besar )
  2. Pithecanthropus ( manusia kera), dan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:a. Pithecanthropus erectus (manusia kera yang jelannya tegak atau tegap)b. Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera yang berasal dari Mojokerto)c. Pithecanthropus soloensis (manusia kera yang berasal dari Solo)
Tradisi Megalitik

Tradisi megalitik (juga dikenal sebagai "kebudayaan megalitikum") adalah bentuk-bentuk praktik kebudayaan yang dicirikan oleh pelibatan monumen atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar (megalit) sebagai penciri utamanya.

Tradisi ini dikenal dalam perkembangan peradaban manusia di berbagai tempat: Timur Tengah, Eropa, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, sampai kawasan Polinesia. Dalam kronologi sejarah Eropa dan Timur Tengah, tradisi ini berkembang di akhir Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum), Zaman Batu Baru (Neolitikum), atau Zaman Perundagian (pengecoran logam), tergantung dari masyarakat yang mendukungnya. 

Menurut Jean-Pierre Mohen, tiga kriteria menjadi penciri tradisi megalitik di Eropa: kubur gunduk (tumulus), upacara penguburan, dan "batu besar". Di Indonesia, tradisi megalitik tampaknya berkembang sejak Zaman Batu Baru yang bertumpang tindih kalanya dengan Zaman Perundagian. Pencirinya cukup berbeda dari Eropa, meskipun memiliki aspek-aspek yang paralel.

Meskipun biasa dikaitkan dengan masa prasejarah, tradisi megalitik tidak mengacu pada suatu era peradaban tertentu, namun lebih merupakan bentuk ekspresi yang berkembang karena adanya kepercayaan akan kekuatan magis atau non-fisik dan didukung oleh ketersediaan sumber daya di sekitarnya. Sempat meluas pada masa pra-Hindu-Buddha, Indonesia sampai abad ke-21 masih memiliki beberapa masyarakat yang masih mendukung tradisi ini, baik dalam bentuk mendekati aslinya, seperti suku bangsa Nias, Batak (sebagian), Sumba, dan Toraja, maupun dalam bentuk akulturasi dengan lapisan budaya setelahnya, seperti suku bangsa Bali, Sunda (masih dipraktikkan oleh masyarakat Badui), dan Jawa.

Selain penggunaan batu-batu besar sebagai simbol kekuatan magis atau sebagai altar, alat upacara, serta sarana penguburan, tradisi megalitik juga melibatkan struktur ruang/arsitektur tertentu, benda-benda logam (pisau, pedang, tabuhan, dan sebagainya), gerabah (seperti tempayan), kayu, serta manik-manik. Di Nusantara banyak ditemukan tradisi kubur tempayan yang terkait dengan kultur megalitik. 

Adanya kebiasaan menyertakan bekal kubur, berupa manik-manik atau senjata, juga berkembang kuat pada tradisi ini. Pada beberapa tempat, tradisi megalitik juga melibatkan bentuk-bentuk seni tatah batu atau ukir batu, sehingga batu merupakan arca yang menunjukkan figur-figur tertentu, seperti di kawasan Pagaralam, Sumatera Selatan.

Tempat-tempat temuan dengan tradisi megalitik di Indonesia:
  • Sangasanga, Kutai Kartanegara pada tahun 2010 ditemukan 52 kubur dalam tempayan dengan bekal, sebagian masyarakat Dayak timur masih mengenali tradisi ini
  • Gua Harimau, Ogan Komering Ulu, ditemukan pada kisaran 2009-2012 sebanyak 66 kerangka dari berbagai usia kematian dengan tradisi kubur batu dilengkapi bekal kubur berupa tembikar, cangkang moluska, dan benda logam. Bersamaan dengan itu dtemukan lukisan-lukisan di dinding gua. Ini menunjukkan bahwa tradisi batu cadas gua juga dikenal oleh masyarakat di Kepulauan Nusantara bagian barat, tidak hanya di Kalimantan atau Maluku dan Papua. Bahan lukis adalah hematit, suatu mineral oksida besi
  • Situs Solanggodu, di lereng Bukit Doromanto, Desa Hu'u, Kabupaten Dompu, NTB, merupakan situs kubur batu bertutup (rade doho) berupa waruga bulat pipih dan bentuk alami. Mayat diletakkan duduk, dibekali oleh manik-manik, cincin logam, serta uang kepeng dari Tiongkok abad XI. Terdapat pula tahta batu (kopen cui) yang dilengkapi tatahan sederhana
  • Gunungpadang
  • Lembah Bada
  • Lembah Kali Oya, Gunungkidul
Ciri-ciri Zaman Megalitikum
  1. Telah mengetahui system pembagian kerja.
  2. Telah ada pemimpin atau kepala suku.
  3. Sudah memanfaatkan logam untuk dijadikan peralatan sehari-hari.
  4. Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.
  5. Sudah ada norma-norma yang berlaku.
  6. Menggunakan sistem hokum rimba(primus interpercis) yakni memilih yang terkuat dari yang terkuat.
Kehidupan Sosial,Ekonomi dan Budaya Era Megalitikum 

Berkembang sejak zaman neolitimkun hingga zaman perunggu manusia pada zaman megalitikum sudah bisa membuat serta meninggalkan kebudayaaan di zaman batu besar.

Megalitikum meninggalkan kebudayaan yang cukup unik dan menarik. Bahkan di zaman modern sekarang ini, kita masih dapat menjumpai kebudayaan tersebut. Hal terebut disebabkan adanya suku di Indonesia yang masih tetap melestarikan kebudayaan yang ada di masa megalitikum.

Contohnya saja bangunan dengan batu yang berundak, hal tersebut sama dengan peninggalan yang ada di zaman ini yang disebut pundek berundak. Selain itu, ciri dari kehidupan budaya di zaman megalitikum ditandai dengan banyaknya temuan yang terbuat dari bahan dasar batu, diantaranya:
  • kapak persegi
  • kapak lonjong
  • menhir
  • dolmen
  • kubur batu
  • waruga
  • sarkobagus
  • puden berudakarca
Kehidupan kepercayaan masyarakat era Megalitikum mulai berinisiatif untuk mendirikan bangunan batu yang berukuran besar atau megalitik sebagai tempat beribadah. Budaya megalitik inilah yang menjadi ciri khas asli dari nenek moyang Indonesia sebelum menerima pengaruh dari Hindu Islam serta Kolonial.

Peninggalan Zaman Megalitikum

Arca atau Patung


Arca atau patung adalah batu yang berbentuk binatang atau manusia untuk melambangkan nenek moyang serta digunakan sebagai pujaan. Arca atau patung ini banyak ditemukan di daerah Pasemah “Sumatra Selatan” serta lembah Bada Rampi Tanah Luwu“Sulawesi Selatan”.

Dolmen


Meja batu yang digunakan sebagai tempat sesaji dan pemujaan terhadapt nenek moyang yang berfungsi sebagai penutup sarkofagus. Dolmen banyak ditemukan di daerah Besuki, Jawa Timur dan dikenal sebagai pandhusa.

Sarkofagus 



Sarkofagus merupakan batu besar yang berupa peti dan dipakai buat menyimpan mayat atau jenazah.
Peninggalan sarkofagus yang ditemukan ini mempunyai bentuk seperti sebuah patung atau lesung yang terbuat dari batu besar. Batu tersebut berupa batu yang masih utuh, dan kemudian diatasnya di beri penutup. Sarkofagus ini banyak ditemukan di Bali dan juga Bondowoso Jawa Timur.

Kubur Batu


Kubur batu merupakan sebuah peti mati yang terbuat dari batu besar. Dan, kubur batu ini dipakai buat menyimpan mayat jenazah. Di Indonesia, banyak sekali peninggalan kubur batu sampai saat ini yang terdapat di Yogyakarta, Cirebon, Cepu, Sulawesi Selatan, dan juga Bali.
Waruga


Wargua adalah kubur batu yang bentuknya kubus atau bulat, terbuat dari batu utuh yang besar. Waruga ini banyak ditemukan di daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.

Punden Berundak


Punden Berundak merupakan bangunan dari batu besar yang bertingkat – tingkat. Struktur yang ada di punden berundak berupa bentuk teras yang mengarah keatas pada satu titik. Punden berundak punya fungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Hal itu disebut oleh para ahli sebagai awal terbentuknya sebuah candi di berbagai wilayah di Indonesia. Punden berundak ini bisa kamu temukan di daerah Banten Selatan, Kuningan di Jawa Barat, dan juga di Garut.

Menhir


Menhir merupakan batu besar yang cuma satu dan berbentuk seperti tugu atau tiang yang diletakkan dengan posisi berdiri di atas tanah. Menhir ini mempunyai fungsi sebagai tanda peringatan dari sang nenek moyang. Menhir sendiri banyak ditemukan di daerah Pasemah (Sumatra Selatan), Ngada (Flores), Rembang (Jawa Tengah), serta Lahat (Sumatra Selatan). 

Komentar